Rabu, 12 November 2014

laporan kkl fungi, lichen dan lumut di cangar



LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN (KKL)
TAKSONOMI TUMBUHAN RENDAH

Studi Lapangan Pengamatan FUNGI, LICHENS dan LUMUT
 Di Taman Hutan Raya (TAHURA) R. Soeryo Cangar

Dosen Pembimbing:
Drs. Sulisetitjono, M.Si
Ainun Nikmati Laily, M.Si


Oleh :
1.          Eman Suherman ()
2.          Aina Maya Shofi (13620009)
3.          Srf. Lailatul Maftukha (13620012)
4.          Afifah Rukmini (13620013)
5.          Maria Kusuma C. (13620014)













JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2014






BAB I
PENDAHULUAN

1. 1   Latar Belakang
Negara Indonesia terkenal dengan sebutan Jambrut khatulistiwa, oleh sebab itu tidak mengherankan jika Indonesia merupakan Negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah baik flora maupuan fauna.Beberapa keanekaragam flora yang di miliki Indonesia adalah keanekaragaman Fungi, Lichens, dan Lumutnya. Perkiraan menurut Hawksworth (1994), terdapat 1.500.000 spesies fungi di dunia dan  200.000 spesies dari 1.500.000 spesies tersebut terdapat di Indonesia.
Selain itu, berdasarkan data Herbarium Bogoriensis Bogor, Indonesia mempunyai 40.000 spesies lichens. Di Indonesia juga mempunyai 1500 spesies lumut dari 4000 spesies lumut yang terdapat di bumi. Data tersebut membuktikan bahwa Indonesia merupakan Negara yang benar-benar tropis dari segi keanekaragaman hayati yang dapat ditemukan di daerah-daerah tropis di Indonesia, serta faktor lingkungan yang masih terjaga kelestariannya.
Fungi, Lichens dan Lumut dapat ditemukan di tempat basah, lembab dan tempat yang masih terjaga kealamianya seperti hutan, mengingat peranannya sebagai indikator lingkungan. Salah satu tempat yang memiliki spesies-spesies tersebut dengan keanekaragaman yang cukup adalah Taman Hutan Raya (TAHURA) R. Soerjo Cangar. Taman Hutan Raya (TAHURA) R. Soerjo Cangar adalah kawasan hutan yang terletak di Kota Batu Jawa Timur pada ketinggian kurang lebih 1600 m di atas permukaan laut,  merupakan kawasan konservasi dibawah naungan Balai Taman Hutan Raya milik Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur terutama di wilayah Batu yang masuk kawasan Cagar Alam.
Komponen penyusun hutan berupa lumut merupakan komponen yang banyak menumbuhi tanah maupun pepohonan di kawasan hutan cangar, karena lumut merupakan salah satu organisme primer yang juga menjadi salah satu produsen penghasil oksigen dan menduduki produsen tingkat 1 dalam rantai makanan, jamur merupakan salah satu jenis  tumbuhan yang banyak dijumpai di alam, sehingga sejak dahulu jamur dijadikan sebagai bahan konsumsi utama. Seiring dengan berkembangnya waktu, telah diketahui bahwa terdapat lebih dari ribuan jamur dengan berbagai jenis. Tidak semua jenis jamur dapat dikonsumsi (edible). Banyak pula jenis jamur yang beracun (poisonous) (Dwi,2000). Sedangkan lichen merupakan salah satu bioindikator pencemaran udara yang sangat peka terhadap lingkungan buruk sehingga adanya lichen disuatu tempat menunjukkan bahwa tempat tersebut udaranya masih bersih dan belum tercemar polusi udara.
Dengan begitu banyak spesies fungi, lichens dan lumut, maka dirasa perlu untuk diadakanya studi lapangan guna menambah wawasan kepada Mahasiswa Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang terhadap keaneakaragaman spesies Fungi, Lichens dan Lumut.

1. 2   Tujuan
Tujuan dari kuliah kerja lapangan ini adalah untuk mengetahui spesies-spesies dari lichen, lumut, dan fungi beserta morfologinya, yang berhabitat di Taman Hutan Raya R. Soeryo Dusun Cangar Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1    Cangar (Taman Hutan Raya R.Soeryo)
Pemandian air panas alami yang disebut dengan “Cangar” ini, terletak sekitar 18 km dari pusat Kota Batu. Hutan yang hijau, air panas alami, dan udara pegunungan yang sejuk siap menyambut siapa saja yang singgah ke tempat ini. Perjalanan ke lokasi wisata inipun merupakan sebuah perjalanan yang menyenangkan, karena meskipun harus melewati jalan sejauh 10 km dari Junggo yang berkelok-kelok dan agak sempit, keindahan pemandangan di sepanjang perjalanan akan membuat anda tidak merasakan jauhnya jarak yang harus ditempuh (Edawva, 2007).
Sumber mata air panas yang berasal dari Gunung Welirang ini bersuhu sekitar 30 sampai dengan 40 derajat celcius. Aroma belerang juga masih tercium meskipun tidak begitu pekat. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, air belerang ini sangat baik untuk menyembuhkan aneka macam penyakit kulit. Dulu air panas ini ditampung dalam sebuah kolam yang dipagari seadanya karena tempat ini belum begitu terkenal, namun sekarang, tiga kolam renang besar siap menanti anda yang ingin berendam sambil bermain-main dengan air hangat. Ruang untuk berganti pakaian juga sudah tersedia meskipun jumlahnya tidak banyak (Edawva, 2007).

2.2    Lichen
Liken merupakan jamur yang bersimbiosis dengan alga, dengan jumlah sepesies lebih dari 16.000 spesies yang telah diketahui. Mereka menduduki niche ekologi dan telah merupakan kelompok yang terpisah. Liken biasanya mempunyai patner jamur Ascomycetes atau basidiolichenes (Sastrahidayat, 2010).
Lumut kerak merupakan simbiosis antara jamur dari golongan Ascomycotina atau Basidiomycotina (mikobion) dengan Chlorophyta atau Cyanobacteria bersel satu (fikobion). Tumbuhan ini tergolong tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam pembentukan tanah. Lumut kerak bersifat endolitik karena dapat masuk pada bagian pinggir batu. Dalam hidupnya lichenes tidak memerlukan syarat hidup yang tinggi dan tahan terhadap kekurangan air dalam jangka waktu yang lama. Lichenes yang hidup pada batuan dapat menjadi kering karena teriknya matahari, tetapi tumbuhan ini tidak mati, dan jika turun hujan bisa hidup kembali (Indah, 2009 ).
Liken (latin=lumut pohon) merupakan organisme simbiosis yang terdiri atas benang-benang fungi (hifa) dan alga hijau atau alga hujau-biru mikroskopis yang hidup bersama sdan berfungsi sebagai satu indifidu. Tubuh liken disebut talus dan tidak menyerupai komponen alga maupun fungi.  Liken tumbuh dengan cepat pada bebatuan, tanah, pohon, atau setruktur artifisial apapun. Mereka dapat hidup di kondisi ekstrim seperti di Afrika, Amerika, bahkan padang pasir. Organisme ini berperan penting sebagai vegetasi [erintis di beberapa habitat, karena kemampuannya melakukan infasi pertama pada batu atau tanah yang baru terkena sinar matahari (Suhono, 2012).
Terdapat sekitar 13.500 sepesies liken di permukaan bumi, yang sebagian besar dipelajari di belahan bumi empat musim. Untuk memudahkan dalam mempelajarinya, liken di kelompokkan berdasarkan bentuk hidupnya. Ada tiga kelompok, yaitu crustose, foliose, dan fruticose. Namun, ketiga bentuk ini tidak dapat dijadikan dasar taksonomi liken, karena liken yang tergolong satu suku atau bahkan satu marga dapat berbentuk crustose, foliose, dan fruticose. Banyak ahli liken menambahkan satu ebntuk algi yaitu squamulose. System pengklasifikasian liken masuk dalam system klasifikasi fungi (Suhono, 2012).
Tubuh talus Lichen sangat berbeda dari Fungi dan Alga lainnya. Jenis ini merupakan tumbuhan dengan bentuk dan pertumbuhan yang sederhana. Pada tipe Lichen dengan talus lembaran, talus seluruhnya melekat dengan sisi bawahnya pada alas sedangkan tipe Lichen dengan talus berbentuk semak-semak, hanya pangkal talus saja yang melekat pada alas dan ujungnya tetap bebas dan bercabang-cabang seperti batang tanaman tingkat tinggi (Hasnunidah,2009).
Menurut bentuk pertumbuhannya, lumut kerak terbagi menjadi tiga tipe yaitu (Indah, 2009) :
1.        Krustos, jika talus terbentuk seperti kerak (kulit keras), berukuran kecil, datar dan tipis. melekat erat pada substratnya (batu, kulit pohon atau tanah). Contohnya : Physcia,Graphis scipta, Haematomma puniceum, Acarospora atau Pleopsidium.Lichen krustos yang tumbuh terbenam di dalam batu hanya bagian tubuh buahnya yang berada di permukaan yang biasanya disebut endolitik.
2.        Folios, jika talus berbentuk seperti daun. Thallusnya datar, lebar, banyak lekukan seperti daun yang mengkerut berputar. Bagian permukaan atas dan bawah berbeda. Lichenes ini melekat pada batu, ranting dengan rhizines. Rhizines ini juga berfungsi sebagai alat untuk  mengabsorbsi makanan. Contohnya : Umbillicaria, Parmelia, Xantoria, Physcia, Peltigera.
3.        Frutikos, jika talus tegak seperti semak atau menggac ntung seperti jumbai atau pita. Thallus tumbuh tegak atau menggantung pada batu, daun-daunan atau cabang pohon. Contohnya : Usnea longissima.
4.        SqualumoseLichen ini memiliki lobus-lobus seperti sisik, lobus ini disebut squamulus yang biasanya berukuran kecil dan saling bertindih dan sering memiliki struktur tubuh buah yang disebut podetia. Contoh : Psora pseudorusselli, Cladonia carneola.

Liken dapat tumbuh pada kondisi ekstrem seperti Benua Arktika, Antartika bahkan padang pasir. Organisme ini berperan penting sebagai fegetasi perintis di beberapa habitat karena kemampuannya melakukan invasi pertama pada batu atau tanah yang beru terkena sinar matahari (Suhono, 2012).
Lichenes tersebut memulai pembentukan tanah dengan melapukkan pohon dan batu-batuan serta dalam proses terjadinya tanah. Lichen sangat tahan terhadap kekeringan. Jenis-jenis Lichen yang hidup pada bebatuan pada musim kering berkerut sampai terlepas alasnya tetapi organisme tersebut tidak mati dan hanya berada dalam hidup laten/dormancy. Jika segera mendapat air maka tubuh tumbuhan yang telah kering tersebut mulai menunjukkan aktivitasnya kembali. Pertumbuhan talusnya sangat lambat. Ukuran tubuhnya dalam satu tahun tidak mencapai 1 cm. badan buah yang baru akan tumbuh setelah Lichen mengadakan pertumbuhan vegetatif selama bertahun-tahun (Hasnunidah,2009).
Reproduksinya dapat melalui aseksual, vegetative, dan seksual. Reproduksi secara aseksula umunya dilakukan oleh tipe Fructiose Lichen. Fructiose Lichen dapat dengan mudah melakukan fragmentasi. Sebagian besar fragmentasi tersebut dilakukan saat musim kering atau saat talus pada Lichen mengalami kekeringan dan memulai pertumbuhannya ketika mulai terdapat embun. Lichen yang berkembang biak dengan cara vegetatif yaitu sebagai berikut (Tjitrosoepomo,2009) :
1.      Sebagian talus memisahkan diri yang kemudian akan berkembang menjadi individu baru.
2.      Perkembangbiakan melalui soredia. Soredia adalah kelompok sel-sel ganggang yang sedang membelah diselubungi oleh hifa-hifa Fungi. Soredia ini sering terbentuk dalam bagian khusus dari talus yang mempunyai batas-batas yang jelas yaitu sorala.
3.      Perkembangbiakan dengan spora Fungi yang hanya menghasilkan Lichenes baru jika Fungi tersebut dapat menemukan pasangan alga yang cocok.
Perkembangbiakan secara seksual umunya terjadi pada Basidiolichen. Perkembangbiakan ini melalui spora yang dihasilkan oleh hifa-hifa Fungi yang kemudian bertemu dengan pasangan alga yang cocok maka akan terjadi sexual fusion dan pembelahan meiosis (Tjitrosoepomo,2009).
Menghasilkan metabolit sekunder yang ebrperan penting dalam membedakan jenisnya. Penggunaan langsing dari senyawa sekunder ini dapat dilihat pada produk obat-obatan, bahan pencelup, dan komponen parfum. Dialam, senyawa ini berperaperan sebagai pertahanan diri liken sebagai herbifora, juga membantu ememcahkan substrat batu. Liken mengandung jenis sianobakteri sebagai fotobion yang menyediakan nitrogen terfiksasi untuk lingkingan. Liken merupakan penyedia makanan untuk kehidupan satwa liar seperti rusa, musang, elk, tupai tikus dan klelawar, juga perlindungan bagi beberapa jenis ngengat. Beebrapa jenis burung menggunakan liken fructose untuk sarangnya. Di Jepang liken di rebus dalam sup, dimakan mentah-mentah, dibuat salad, maupun di konsumsi sebagai kudapan. Liken adalah organisme yang sensitive terhadap kerusakan lingkungan sehingga berpotensi digunakan sebagai bioindikator atau biomonitor dari kesetabilan suatu ekosistem. (Suhono, 2012)

2.3     Lumut
Tumbuhan lumut adalah tumbuhan darat sejati, walaupun masih banyak yang menyukai tempat yang lembab dan basah (pada kulit kayu, batuan, dan tembok). Lumut yang hidup di air jarang kita jumpai, kecuali lumut gambut (Sphagnum sp). Walaupun demikian lumut masih sangat memerlukan air, tanpa air organ reproduksinya tidak dapat masak atau pecah (merekah). Pada lumut, akar yang sebenarnya tidak ada, tumbuhan ini melekat dengan perantaraan Rhizoid (akar semu), oleh karena itu tumbuhan lumut merupakan bentuk peralihan antara tumbuhan bertalus (Thallophyta) dengan tumbuhan berkormus (Kormofita). Lumut mempunyai klorofil sehingga sifatnya autotroph (Taylor,1960).
Lumut Merupakan jenis tumbuhan rendah yang beradaptasi dangan linkungan darat dan mempunyai tingkay perkembangan lebih tinggi dari pada Thalophyta. Pada umumnya tumbuhan lumut menyukai tempat-tempat lembab dan basah di dataran rendah hingga dataran tinggi. Tumbuhan lumut berwarna hijau karena mempunyai sel-sel dengan plastida yang menghasilkan klorofil a dan b. lumut bersifat autotrof. Lumut merupakan tumbuhan peralihan antara tumbuhan lumut berkormus dan bertalus. Lumut dapat beradaptasi untuk tumbuh di tanah, belum mempunyai jaringan pengangkut, sudah memiliki dinding sel yang terdiri dari selulosa (Birsyam, 1992).
Divisi Bryophyta merupakan golongan tumbuhan dianggap setingkat lebih maju dibanding dengan kelompok Algae dan Fungi, karena mempunyai gametangium dan sporangium yang multiseluler serta dilapisi oleh sel-sel steril. Pada umumnya mempunyai warna yang benar-benar hijau karena danya klorifil a dan b. Dilihat dari habitatnya tumbuahn ini telah menunjukan peralihan dari tempat aquatik menuju tumbuhan darat, sehingga tumbuhan ini telah menyesuaikan diri dengan kehidupan sebagai tumbuhan darat (Taylor, 1960).
Tumbuhan lumut mempunyai penyebaran yang sangat luas, bersifat kosmopolit mulai dearah kutub sampai pada daerah tropika, digunung maupaun didatarn rendah. Hidup pada batuan, cadas, tembok, dan ada yang tumbuh diatas pohon sebagai epifit. Hampir semua lumut bersifat terestrial namun kebanyakan lebih menyukai pada tempat-tempat yang basah (Taylor.1960).
Tumbuhan lumut (Bryophyta) termasuk tumbuhan talus.Tempat hidup di tanah yang lembab, di pohon, di batu merah. Lumut mempunyai rhizoid yang berfungsi untuk pelekat pada substrat dan mengangkut air dan unsur-unsur hara ke seluruh bagian tubuh. Lumut mengalami metagenesis. Organ kelamin jantan berupa anteredium yang menghasilkan spermatozoid dan organ betina berupa arkegonium yang menghasilkan ovum. Divisi Bryophyta dibagi menjadi tiga classis yaituClassis Hepaticopsida (lumut hati), Classis Anthocerotopsida (lumut tanduk), dan Classis Bryopsida (lumut sejati). Classis Hepaticopsida berbentuk lembaran, mempunyai rhizoid, hidup di tempat lembab dan berair. Reproduksi seksual membentuk arkegonium dan anteredium.Classis Anthocerotpsida, hidup di temat lembab, mengalami metagenesis antara fase sporofit dan gametofit. Bryopsida hidup ditempat yang terbuka, batang tegak bercabang dan berdaun kecil. Reproduksi vegetatif dengan membentuk kuncup pada cabang batang (Haspara, 2004).
Batang dan daun tegak memiliki susunan berbeda-beda. Batang apabila dilihat secara melintang akan tampak susunan sebagai berikut selapis sel kulit, lapisan kulit dalam (korteks), silinder pusat yang terdiri sel-sel parenkimatik yang memanjang untuk mengangkut air dan garam-garam mineral; belum terdapat floem dan xilem. Sel-sel daunnya kecil, sempit, panjang, dan mengandung kloroplas yang tersusun seperti jala. Lumut hanya dapat tumbuh memanjang tetapi tidak membesar, karena tidak ada sel berdinding sekunder yang berfungsi sebagai jaringan penyokong. Rizoid seperti benang sebagai akar untuk melekat pada tempat tumbuhnya dan menyerap garam-garam mineral (Birsyam, 1992).
Struktur sporofit (sporogonium) tubuh lumut terdiri dari: vaginula, seta, apofisis, kaliptra, kolumela. Sporofit tumbuh pada gametofit menyerupai daun. Gametofit berbentuk seperti daun dan di bagian bawahnya terdapat rizoid yang berfungsi seperti akar. Jika sporofit tidak memproduksi spora, gametofit akan membentuk anteridium dan arkegonium untuk melakukan reproduksi seksual (Yulianto, 1992).
Reproduksi lumut bergantian antara fase seksual dan aseksual melalui pergiliran keturunan atau metagenesis. Reproduksi aseksual dengan spora haploid yang dibentuk dalam sporofit. Reproduksi seksualnya dengan membentuk gamet-gamet dalam gametofit. Ada dua macam gametangium yaitu arkegonium (gametangium betina) bentuknya seperti botol dengan bagian lebar yang disebut perut, yang sempit disebut leher dan anteridium (gametangium jantan) berbentuk bulat seperti gada. Jika anteridium dan arkegonium dalam satu individu tumbuhan lumut disebut berumah satu (monoesis). Jika dalam satu individu hanya terdapat anteridium atau arkegonium saja tumbuhan lumut disebut berumah dua (diesis) (Yulianto, 1992).
Lumut yang sudah teridentifikasi mempunyai jumlah sekitar 16 ribu spesies dan telah dikelompokkan menjadi 3 kelas yaitu: lumut hati, lumut tanduk dan lumut daun (Yulianto, 1992):
1.      Lumut Hati (Hepaticopsida)
Lumut hati tubuhnya berbentuk lembaran, menempel di atas permukaan tanah, pohon atau tebing. Terdapat rizoid berfungsi untuk menempel dan menyerap zat-zat makanan. Tidak memiliki batang dan daun. Reproduksi secara vegetatif dengan membentuk gemma (kuncup), secara generatif dengan membentuk gamet jantan dan betina. Contohnya: Ricciocarpus, Marchantia dan lunularia.
2.      Lumut Tanduk (Anthoceratopsida)
Bentuk tubuhnya seperti lumut hati yaitu berupa talus, tetapi sporofitnya berupa kapsul memanjang. Sel lumut tanduk hanya mempunyai satu kloroplas. Hidup di tepi sungai, danau, atau sepanjang selokan. Reproduksi seperti lumut hati. Contohnya Anthocerros sp.
3.      Lumut Daun (Bryopsida)
Lumut daun juga disebut lumut sejati. Bentuk tubuhnya berupa tumbuhan kecil dengan bagian seperti akar (rizoid), batang dan daun. Reproduksi vegetatif dengan membentuk kuncup pada cabang-cabang batang. Kuncup akan membentuk lumut baru. Contoh: Spagnum fibriatum, Spagnum squarosum.

Lumut hati (Hepaticae) merupakan suatu kelas kecil yang biasanya terdiri atas tumbuhan berukuran relatif kecil yang dapat melakukan fotosintesis, meskipun selalu bersifat multiseluler dan tampak dengan mata bugil. Lumut hati dapat dibedakan dalam dua bentuk utama yaitu yang bersifat tipis, pipih, yang merayap dan cenderung membentuk percabangan berulang kali yang sama besar, dan yang bersifat mirip kormus, terdiri atas sumbu pokok merayap yang panjangnya dapat mencapai beberapa inci yang mempinyai bagian-bagian rumit mirip daun. Bagian-bagian yang seperti daun itu hanya setebal satu sel dan tidak mempunyai rusuk tengah, biasanya tersusun dalam dua baris, terletak pada kedua sisi sumbu yang biasanya berbaring, dengan biasanya terdapat deretan ketiga yang terdiri atas cuping-cuping yang lebih kecil di sepanjang sisi bawah sumbunya  (Soeratman, 1999).
Manfaat lumut bagi kehidupan antara lain: Marchantia polymorpha untuk mengobati penyakit hepatitis, Spagnum sebagai pembalut atau pengganti kapas, jika Spagnum ditambahkan ke tanah dapat menyerap air dan menjaga kelembaban tanah (Yulianto, 1992).

2.4     Jamur
Jamur merupakan organisme uniseluler maupun multiseluler umunya berbentuk benang disebut hifa, hifa bercabang-cabang membentuk bangunan seperti anyaman disebut miselium, dinding sel mengandung kitin, eukariotik, tidak berklorofil. Hidup secara heterotrof dengan jalan saprofit (menguraikan sampah organik), parasit (merugikan organisme lain), dan simbiosis. Habitat jamur secara umum terdapat di darat dan tempat yang lembab. Jamur uniseluler dapat berkembangbiak dengan dua cara yaitu vegetatif dapat dilakukan dengan cara membentuk spora, membelah diri, kuncup (budding). Secara generatif dengan cara membentuk spora askus. Sedang untuk jamur multiseluler reproduksi vegetatif dengan cara fragmentasi, konidium, zoospora. Secara generatif dapat dilakukan dengan cara konjugasi, hifa yang akan menghasilkan zigospora, spora askus, spora basidium (Indah, 2009).
Jamur dalam beberapa pustaka masih dimasukkan dalam dunia tumbuhan, yakni Thallophyta, akan tetapi tidak mempunyai klorofil, sehingga untuk hidupnya memerlukan sumber bahan organik. Dinding selnya kebanyakan mengandung zat khitin, yang terdiri dari rangkayan molekul N-acetylglocosamina. Perkembangan belakangan ini seperti yang telah di kemukakan oleh Alexopoulos et. Al. (1979) di beri kerajaan sendiri dan di pisahkan dengan tumbuhan dengan nama Myceteae. (Sastrahidayat, 2010).
Jamur atau cendawan adalah tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof.Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler.Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa.Hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang yang disebut miselium. Reproduksi jamur, ada yang dengan cara vegetatif ada juga dengan cara generatif. Jamur menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya untuk memperoleh makanannya.Setelah itu, menyimpannya dalam bentuk glikogen.Jamur merupakan konsumen, maka dari itu jamur bergantung pada substrat yang menyediakan karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia lainnya.Semua zat itu diperoleh dari lingkungannya.Sebagai makhluk heterotrof, jamur dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif, atau saprofit (Birsyam, 1992).
Cara hidup jamur lainnya adalah melakukan simbiosis mutualisme. Jamur yang hidup bersimbiosis, selain menyerap makanan dari organisme lain juga menghasilkan zat tertentu yang bermanfaat bagi simbionnya. Simbiosis mutualisme jamur dengan tanaman dapat dilihat pada mikoriza, yaitu jamur yang hidup di akar tanaman kacang-kacangan atau pada liken. Jamur berhabitat pada bermacammacam lingkungan dan berasosiasi dengan banyak organisme.Meskipun kebanyakan hidup di darat, beberapa jamur ada yang hidup di air dan berasosiasi dengan organisme air. Jamur yang hidup di air biasanya bersifat parasit atau saprofit, dan kebanyakan dari kelas Oomycetes (Tjitroseoepomo,2003).
Organisme yang disebut jamur bersifat heterotrof, dinding sel spora mengandung kitin, tidak berplastid, tidak berfotosintesis, tidak bersifat fagotrof, umumnya memiliki hifa yang berdinding yang dapat berinti banyak (multinukleat), atau berinti tunggal (mononukleat), dan memperoleh nutrien dengan cara absorpsi. Jamur mempunyai dua karakter yang sangat mirip dengan tumbuhan yaitu dinding sel yang sedikit keras dan organ reproduksi yang disebut spora. Dinding sel jamur terdiri atas selulosa dan kitin sebagai komponen yang dominan. Kitin adalah polimer dari gugus amino yang lebih memiliki karakteristik seperti tubuh serangga daripada tubuh tumbuhan. Spora jamur terutama spora yang diproduksi secara seksual berbeda dari spora tumbuhan tinggi secara penampakan (bentuk) dan metode produksinya (Kusnadi,2003).
Tubuh buah suatu jenis jamur dapat berbeda dengan jenis jamur lainnya yang ditunjukkan dengan adanya perbedaan tudung (pileus), tangkai (stipe), dan lamella (gills) serta cawan (volva). Adanya perbedaan ukuran, warna, serta bentuk dari pileus dan stipe merupakan ciri penting dalam melakukan identifikasi suatu jenis jamur (Kusnadi,2003).
Secara alamiah jamur dapat berkembang biak dengan dua cara, yaitu secara aseksual dan seksual. Reproduksi secara aseksual dapat terjadi dengan beberapa cara yaitu dengan fragmentasi miselium, pembelahan (fission) dari sel-sel somatik menjadi sel-sel anakan. Tunas (budding) dari sel-sel somatik atau spora, tiap tunas membentuk individu baru, pembentukan spora aseksual, tiap spora akan berkecambah membentuk hifa yang selanjutnya berkembang menjadi miselium (Kusnadi,2003).
Reproduksi secara seksual melibatkan peleburan dua inti sel yang kompatibel. Proses reproduksi secara seksual terdiri dari tiga fase yaitu plasmogami, kariogami dan meiosis. Plasmogami merupakan proses penyatuan antara dua protoplasma yang segera diikuti oleh proses kariogami (persatuan antara dua inti). Fase meiosis menempati fase terakhir sebelum terbentuk spora. Pada fase tersebut dihasilkan masing-masing sel dengan kromosom yang bersifat haploid (Kusnadi,2003).
Kingdom fungi dibagi menjadi enam divisi yang berbeda dalam hal struktur hifa dan struktur penghasil spora, yaitu sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 1989) :
1.          Myxomycotina (Jamur Lendir)
Myxomycotina merupakan jamur yang paling sederhana. Mempunyai 2 fase hidup, yaitu fase vegetatif (fase lendir) yang dapat bergerak dapat bergerak seperti amoeba, disebut plasmodium dan fase tubuh buah.
Reproduksi : secara vegetatif denga spora, yaitu spora kembara yang disebut myxoflagelata. Contoh spesies : Physarum polycephalum (Tjitrosoepomo, 1989).
2.        Oomycotina
Tubuhnya terdiri atas benang/hifa tidak bersekat, bercabang-cabang dan mengandung banyak inti. Reproduksi Tjitrosoepomo, 1989):
-   Vegetatif : yang hidup di air dengan zoospora yang hidup di darat dengan sporangium dan konidia.
-   Generatif : bersatunya gamet jantan dan betina membentuk oospora yang selanjutnya tumbuh menjadi individu baru.
-   Contoh spesies : Saprolegnia sp. : hidup saprofit pada bangka ikan, serangga darat maupun serangga air. Phytophthora infestans : penyebab penyakit busk pada kentang
3.        Zygomycotina
- Habitat di darat, ditanah yang lembab atau sisa organisme mati
- Hifanya bercabang banyak tidak bersekat saat masih muda dan bersekat setelah menjadi tua
- Reproduksi vegetatif dengan cara membentuk spora tak berflagel (aplanospora) dan generatif dengan cara gametangiogami dari dua hifa yang kompatibel/konjugasi dengan menghasilkan zigospora. Contohnya :Rhizopus sp (Tjitrosoepomo, 1989).
4.        Ascomycotina
-       Hidup saprofit di dalam tanah atau hipogean, hidup di kotoran ternak kemudian disebut koprofil ada juga yang parasit pada tumbuhan,
-       Tubuhnya terdiri atas benang-benang yang bersekat atau ada yang unisel (Tjitrosoepomo, 1989)
5.          Basidiomycotina
-          Umumnya makroskopis atau mudah dilihat dengan mata telanjang.
-          Miseliumnya bersekat dan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu(Tjitrosoepomo, 1989):
a.    Miselium primer (miselium yang sel-selnya berinti satu, umumnya berasal dari perkembangan basidiospora) dan
b.    Miselium sekunder (miselium yang sel penyusunnya berinti dua, miselium ini merupakan hasil konjugasi dua miselium primer atau persatuan dua basidiospora)
-          Cara reproduksi dibedakan menjadi dua, yaitu (Tjitrosoepomo, 1989) :
a.    Vegetatif (dengan membentuk tunas, dengan konidia, dan fragmentasi miselium) 
b.    Generatif (dengan alat yang disebut basidium, basidium berkumpul dalam badan yang disebut basidiokarp, yang menghasilkan spora yang disebut basidiospora)
6.        Deuteromycotina
-       Belum diketahui tingkat seksualnya, disebut juga jamur tidak sempurna (fungi imperfecti)
-       Pembiakan vegetatif dengan menggunakan konidium, sedang alat pembiakan generatifnya (askus atau basidium) belum atau tidak dikenal (Tjitrosoepomo, 1989).

Fungi teradaptasi sebagai decomposer yang baik material organic, termasuk selulosa dan lignin dari dinding sel tumbuhan. Hamper semua substrat yang mengandung karbon bahkan bahan bakar zet dan cat rumah-dapat di konsumsi oleh beberapa jenis fungi. Selain itu, fungi dan bakteri terutama bertanggung jawab untuk mejaga ekosistem agar tetap memiliki persediaan nutrient anorganik yang esensial bagi pertumbuhan tumbuhan. (Campbell, 2012).
Selain dari fungi mikoriza, simbiotik antara fungi dan tumbuhan yaitu endofit (endhophyte) simbiotik, fungi yang hidup di dalam daun atau bagian tumbuhan yang lain tanpa menyebabkan kerugian. Para saintis telah menunjukkan bahwa endofit menguntungkan rumput-rumputan tertentu dan tumbuhan tak berkayuyang lain dengan membuat toksin yang mengusir herbivore atau meningakatkan toleransi tumbuhan inang terhadap panas, kekerinagn atau logam berat. (Campbell, 2012).
Beberapa fungi berjasa dalam membantu pencernaan hewan, dengan menguraikan material tumbuhan di dalam saluran pencernaan sapi dan mamalia pemamah baik lainnnya. Banyak sepesies semut mengambil keuntungan dari daya disgestif fungi dengan mengembangbiakkannya di dalam pertanian. Semut pemotong daun misalnya menelusuri hutan tropis untuk mencari dedaunan, yang tidak adapt di cerna sendiri namun dedaunan itu di bawa pulang ke sarangnya dan di berikan ke fungi sebagai pakannya. ketika fungi tumbuh, hifanya mengembangkan ujung-ujung mengembung yang terspesialisasi yang kaya akan protein dan karbohidrat. Semut memakan ujung-ujung hifa yang kaya akan nutrient ini. Akibatnya, fungi menguraikan daun tumbuhan menjadi zat-zat yang dapat di cerna oleh serangga, dan mereka juga mendetoksifikasi senyawa pertahanan tumbuhan yang dapat membunuh atau membahayakan semut. (Campbell, 2012).
Selain menguntungkan, sekitar 30% dari 100.000 spesies fungi yang telah di ketahui hidup sebagai parasite atau pathogen, terutama pada tumbuhan. Misalnya Cryphonectria parasitia, fungi askomisetes yang menyebabkan hawar chestnut. Beberapa fungi yang menyerang tanaman pangan juga bersifat toksik bagi manusia, misalnya beberapa spesies tertentu dari kapang askomisetes, Aspergillus mengkontaminasi padi-padian dan kacang-kacangan yang tidak disimpan dengan baik. (Campbell,  2012).


BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1    Waktu dan Tempat
Studi lapangan ini dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 09 Desember 2014 yang bertempat di daerah kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) R.Soeryo Cangar Batu Malang.

Alat dan yang digunakan sebagai penunjang dalam studi lapangan ini adalah:                                                                                            

1.      Penggaris                                                                            
2.      Alat dokumentasi (kamera digital)                                     

Bahan yang dibutuhkan dalam studi lapangan ini yaitu:

1.      Spesies Jamur (Fungi) yang ditemukan                              
2.       Spesies Lumut Kerak (Lichen) yang ditemukan                
3.      Spesies Lumut (Bryophyta) yang ditemukan     
                
3.3 Cara Kerja
Langkah-langlah kerja pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Dicari lichen, lumut (bryophyta), dan jamur (fungi) dengan menelusuri jalan di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) R.Soeryo Cangar Batu Malang.
2.      Diambil gambar lichen, lumut (bryophyta), dan jamur (fungi) dengan kamera digital pada setiap spesies yang ditemukan.
3.      Dilakukan pengamatan dan dicatat ciri-cirinya secara kelompok, etelah sampai di kampus.
4.      Diklasifikasi kemudian dideskripsikan.
5.      Dibagi setiap kelompok untuk dibahas di dalam laporan hasil studi lapangan.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1    Jamur Kuping (Auricularia auricula)
4.1.1   Hasil Pengamatan
Gambar pengamatan
Gambar literatur
(Darma,2000)

4.1.2   Pembahasan
Klasifikasi Auricularia auricula menurut (Darma,2000) yaitu :
Kingdom    : Fungi
Devisi                     : Basidiomycota
Kelas               : Agaricomycetes
Ordo                : Ariculariales
Family             : Auriculariaceae
Genus              : Auricularia
Spesies : Auricularia auricula
Hasil pengamatan yang telah dilakukan dalam kuliah kerja lapangan yang dilaksanakan di cangar, Batu, Malang. Praktikan banyak menemukan jamur makroskopis dari divisi Basidiomycota, salah satunya adalah jamur kuping (Auricularia auricula). Jamur kuping yang di temukan memiliki ciri-ciri melekat pada substratnya yakni kayu, serta memiliki tekstur yang kenyal dan berlendir. Dan pada bagian belakang terdapat miselium. Jamur ini berwarna coklat dan ditutupi bercak-bercak warna putih pada bagian atas atau bagian cap dan berwarna coklat pada bagian bawah.
Karakteristik dari jamur kuping ini adalah memiliki tubuh buah yang kenyal (mirip gelatin) jika dalam keadaan segar, namun pada keadaan kering tubuh buah dari jamur kuping ini akan menjadi keras seperti tulang. Bagian tubuh dari jamur ini memilki bentuk seperti mangkuk atau kadang seperti kuping (telinga) manusia. Oleh karena itu jamur ini disebut dengan jamur kuping. Fungi yang masuk dalam kelas ini, umumnya makroskopik atau mudah dilihat dengan mata telanjang.
Jamur kuping (Auricularia auricula (Hook) Underw) termasuk jamur pangan yang telah lama dikenal dan dimanfaatkan masyarakat. Pengembangan budidaya jamur kuping terus dilakukan oleh berbagai negara seperti Jepang, Korea, Taiwan, Philipina, Amerika dan negara-negara Eropa (Darma, 2000).
Menurut Campbell (2004), bahwa jamur kuping (auricularia auricula) merupakan salah satu kelompok jelly fungi yang masuk ke dalam kelas basidiomycota dan mempunyai tekstur jelly yang unik. Jamur ini umumnya memiliki miselium yang bersekat dan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu miselium primer ( miselium yang sel-selnya berinti satu. Umumnya berasal dari perkembangan basidiospora) dan miselium sekunder (miselium yang sel penyunsunnya berinti dua , miselium ini merupakan hasil konjugasi dua miselium primer atau persatuan dua basidiospora).
Menurut Sulisetjono (2008), bahwa auricularia auricula  umunya kita kenal sebagai jamur kuping. Jamur ini disebut jamur kuping karena bentuk tubuh buahnya melebar seperti daun telinga manusia (kuping). Karakteristik jamur ini adalah memiliki tubuh buah yang kenyal (mirip gelatin) jika dalam keadaan segar. Namun pada keadaan kering, tubuh buah jamur ini akan menjadi keras seperti kuping tulang. Bagian tubuh buah dari jamur kuping  berbentuk seperti mangkuk atau kadang dengan cuping seperti kuping dengan memiliki diameter 2-15 cm. tipis berdaging dan kenyal.
Menurut Gunawan (2009), bahwa cara reproduksi vegetatif dari jamur kuping adalah dengan membentuk tunas, dengan konidia, dan fragmentasi miselium. Sedangkan, reproduksi generatif jamur kuping adalah dengan menggunakan alat yang disebut basidium, basidium berkumpul dalam badan yang disebut basidiokarp, yang selanjutnya menghasilkan spora yang disebut basidiospora. Siklus hidup pada jamur kuping yaitu tubuh buah yang sudah tua akan menghasilkan spora yang berbentuk kecil, ringan, dan jumlahnya banyak. Apabila spora tersebut jatuh pada kondisi dan tempat yang sesuai dengan persyaratan hidupnya (misalnya di kayu mati atau bahan yang mengandung selulosa dan dalam kondisi yang lembab) maka spora tersebut akan berkecambah dan membentuk miselium melalui beberapa fase. Pada fase pertama, miselium primer yang tumbuh akan terus menjadi banyak dan meluas. Selanjutnya akan berkembang menjadi miselium sekunder yang membentuk primordial (penebalan miselium pada bagian permukaan miselium sekunder dengan diameter sekitar 0.1 cm). Dari primordial akan tumbuh dan terbentuk kuncup tubuh buah (pada tingkat awal) yang semakin lama akan semakin membesar (kurang lebih 3-5 hari). Kemudian, dari primordial akan tumbuh tubuh buah jamur yang bentuknya lebar, yang pada saat tua dapat dipanen.

4.2    Lumut Tanduk (Anthoceros sp.)
4.2.1   Hasil Pengamatan
Gambar pengamatan
Gambar literatur
(Birsyam,1985)

Klasifikasi Anthoceros sp. menurut Dasuki dan Birsyam (1985), yaitu:
         Kingdom : Plantae
                     Divisio : Bryophyta
                                 Class : Hepaticopsida
                                             Ordo : Anthocerotales
                                                         Familia : Anthocerotaceae
                                                                     Genus : Anthoceros
                                                                              Spesies : Anthoceros sp.

Hasil dari penelitian dapat diketahui, termasuk devisi bryophyta. Menurut (taylor,1960) Divisi Bryophyta merupakan golongan tumbuhan dianggap setingkat lebih maju dibanding dengan kelompok Algae dan Fungi, karena mempunyai gametangium dan sporangium yang multiseluler serta dilapisi oleh sel-sel steril. Pada umumnya mempunyai warna yang benar-benar hijau karena danya klorifil a dan b. Dilihat dari habitatnya tumbuahn ini telah menunjukan peralihan dari tempat aquatik menuju tumbuhan darat, sehingga tumbuhan ini telah menyesuaikan diri dengan kehidupan sebagai tumbuhan darat.
Spesies ini termasuk dalam kelas Anthocerotopsida (lumut tanduk) dan spesiesnya adalah Anthoceros sp. Spesies ini termasuk lumut tanduk karena di dalam tubuhnya berwarna hijau, mempunyai rhizoid  yang berfungsi untuk menempel pada substrat. Pada bagian bawah terdapat gametoft sedangkan bagian atas disebut sporofit dan juga terdapat involucre. Sporofit merupakan bagian yang menyerupai batang yang muncul dari suatu bagian yang disebut invulucre. Involucre merupakan bagian semacam tabung yang berfungsi untuk melindungi dan memperkokoh sporofit serta menyalurkan sari-sari makanan dari gametofit ke sporofit. Gametofit merupakan bagian berbentuk lembaran yang berwarna hijau dan menempel pada substrat.
Lumut tanduk memiliki bentuk tubuh seperti tanduk yaitu berupa Talus yang memanjang. Warna dari Talus ini dalah hijau. Sporofit pada lumut ini berupa kapsul yang berbentuk memanjang, silinder dan berbentuk bulir pangkal sporofit di bungkus dengan selubung dari jaringan gametofit. Dasar kapsul meluas ke arah bawah sebagai kaki, suatu organ untuk melekat dan menyerap, tebenam dalam – dalam di dalam jaringan talusnya. Pada lumut tanduk sel-selnya hanya memiliki satu kloroplas yang besar dan mencakup pirenoid. Lumut tanduk terdiri dari 100 spesies. Salah satu spesiesnya adalah anthoceros sp. Habitat dari lumut  tanduk adalah di gunung, tepian sungai, danau, atau sepanjang selokan. Pada pengamatan yang dilakukan di daerah cangar, lumut ini ditemukan di tepi jalan yang basah atau lembab. Cara reproduksi lumut tanduk seperti pada lumut hati (Haryono, 2000).
Mempunyai gametofit lumut hati; perbedaannya adalah terletak pada sporofit lumut ini mempunyai kapsul memanjang yang tumbuh seperti tanduk dari gametofit, masing – masing mempunyai kloroplas tunggal yang berukuran besar, lebih besar dari kebanyakan tumbuhan lumut.Contoh lumut tanduk adalah anthoceros laevis (Wardani, 2010).
Ciri-ciri Lumut Tanduk tubuhnya mirip lumut hati, ttpi berbeda pada sporofitnya. Berdasarkan analisis asam nukleat, ternyata lumut ini berkerabatan paling dekat dengan tumbuhan berpembuluh dibanding dari kelas lain pada tumbuhan lumut. Gametofitnya berupa talus yang lebar dan tipis dengan tepi yang berlekuk. Rhizoid berada pada bagian ventral. Habitatnya di daerah yang mempunyai kelembaban tinggi (Ganesa, 2009).
Menurut  struktur kapsul Anthoceros dalam beberapa segi menyerupai kapsul tumbuhan lumut. Irisan melintang melalui kapsul menunjukkan kelompok sel-sel streril yaitu kolumela. Sekeliling kolumela terdapat silinder berongga yang berisi elater dan tetrad spora. Kedua struktur ini secara vertikal memanjang ke seluruh kapsul. Di luar ada zona sel-sel steril yang terlindung oleh epidermis diselingi oleh stomata yang sama dengan stomata pada tumbuhan berpembuluh(Suhono, 2012).
Adanya kloroplas dalam sel – sel daerah steril tadi menyebabkan sporofit matang hampir seluruhnya tidak bergantung pada gametofit, meskipun masih memerlukan air dan mineral dari gametofit. Bila telah matang, dinding kapsul membelah menjadi dua katup dan spora – spora dilepaskannya(Campbell, 2012).
Setelah beberapa saat tumbuh, kapsul itu memanjang karena aktivitas daerah meristematik di dasarnya. Zona ini menghasilakn semua macam sel yang terdapat dalam kapsul matang – jaringan steril dan jaringan penghasil spora. Jadi selagi spora tersebut masak dan ditebaskan dari bagian atas kapsul, maka spora baru terus menerus dihasilkan di bawahnya. Pada beberapa spesies kapsulnya tumbuh membentuk spora baru selama gametofitnya hidup (Suhono, 2012).
4.3    Lichen (Parmelia sp.)
4.3.1   Hasil Pengamatan
Gambar pengamatan
Gambar literatur














(Indah, 2009 )
4.3.2   Pembahasan
Klasifikasi Parmelia sp. menurut (Indah,2009) yaitu :
Kingdom                : Plantae
       Divisi                           : Thallophyta
                   Kelas                           : Ascolichene
                               Ordo                            : Lecanorales
                                           Famili                          : Parmeliaceae
                                                       Genis                           : Parmelia
                                                                   Spesies            : Parmelia sp.
                                                                                                                   (Indah, 2009 ).
Lumut kerak merupakan simbiosis antara jamur dari golongan Ascomycotina atau Basidiomycotina (mikobion) dengan Chlorophyta atau Cyanobacteria bersel satu (fikobion). Tumbuhan ini tergolong tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam pembentukan tanah. Lumut kerak bersifat endolitik karena dapat masuk pada bagian pinggir batu. Dalam hidupnya lichenes tidak memerlukan syarat hidup yang tinggi dan tahan terhadap kekurangan air dalam jangka waktu yang lama. Lichenes yang hidup pada batuan dapat menjadi kering karena teriknya matahari, tetapi tumbuhan ini tidak mati, dan jika turun hujan bisa hidup kembali (Indah, 2009 ).
Hasil dari penelitian ini didapatkan satu jenis lichen yang masuk dalam bentuk foliose yang  memiliki struktur seperti daun. Lichenes ini relatif lebih longgar melekat pada substratnya. Ciri – ciri dari Bentuk talus foliose (daun) ini memiliki  warna hijau keputihan serta keabu-abuan, Permukaan kasar, datar, lebar, banyak lekukan seperti daun yang mengkerut berputar. Talusnya mempunyai rambut-rambut pendek yang berwarna hitam yang berdiri tegak dan masing-masing dari rambut tersebut mengandung suatu spermogonium.
Menurut pendapat Tjitrosoepomo (2009) Reproduksi dari lichen dapat melalui aseksual, vegetative, dan seksual. Reproduksi secara aseksula umunya dilakukan dengan melakukan fragmentasi.reproduksi dengan cara vegetatif dilakukan dengan cara:
1.      Sebagian talus memisahkan diri yang kemudian akan berkembang menjadi individu baru.
2.      Perkembangbiakan melalui soredia. Soredia adalah kelompok sel-sel ganggang yang sedang membelah diselubungi oleh hifa-hifa Fungi. Soredia ini sering terbentuk dalam bagian khusus dari talus yang mempunyai batas-batas yang jelas yaitu sorala.
3.      Perkembangbiakan dengan spora Fungi yang hanya menghasilkan Lichenes baru jika Fungi tersebut dapat menemukan pasangan alga yang cocok.
 Perkembangbiakan secara seksual umunya terjadi pada Basidiolichen. Perkembangbiakan ini melalui spora yang dihasilkan oleh hifa-hifa Fungi yang kemudian bertemu dengan pasangan alga yang cocok maka akan terjadi sexual fusion dan pembelahan meiosis
Habitat dari lichen ini berada pada pepohonan, batu, ranting, dengan bantuan rhizines. Rhizines ini juga berfungsi sebagai alat untuk mengabsorbsi makanan. Lichenes ini tidak memerlukan syarat-syarat hidup yang tinggi dan tahan kekurangan air dalam jangka waktu yang lama. Karena panas yang terik lichenes yang hidup pada batu-batu dapat menjadi kering, tetapi tidak mati, dan jika kemudian turun hujan, lichenes ini dapat hidup kembali.
Lichenes tersebut memulai pembentukan tanah dengan melapukkan pohon dan batu-batuan serta dalam proses terjadinya tanah. Lichen sangat tahan terhadap kekeringan. Jenis-jenis Lichen yang hidup pada bebatuan pada musim kering berkerut sampai terlepas alasnya tetapi organisme tersebut tidak mati dan hanya berada dalam hidup laten/dormancy. Jika segera mendapat air maka tubuh tumbuhan yang telah kering tersebut mulai menunjukkan aktivitasnya kembali. Pertumbuhan talusnya sangat lambat. Ukuran tubuhnya dalam satu tahun tidak mencapai 1 cm. badan buah yang baru akan tumbuh setelah Lichen mengadakan pertumbuhan vegetatif selama bertahun-tahun (Hasnunidah,2009).

BAB V
PENUTUP

5.1    Kesimpulan
Hasil pengamatan yang kami lakukan tentang Fungi, Lichen, dan Lumut di Hutan Pemandian Air Panas Cangar, Malang dapat disimpulkan bahwa:
1.        Auricularia auricula memiliki ciri-ciri melekat pada substratnya yakni kayu, serta memiliki tekstur yang kenyal dan berlendir. Dan pada bagian belakang terdapat miselium. Jamur ini berwarna coklat dan ditutupi bercak-bercak warna putih pada bagian atas atau bagian cap dan berwarna coklat pada bagian bawah.
2.        Anthoceros sp. memiliki bentuk tubuh seperti tanduk yaitu berupa Talus yang memanjang. Warnanya adalah hijau. Sporofit pada lumut ini berupa kapsul yang berbentuk memanjang, silinder dan berbentuk bulir pangkal sporofit di bungkus dengan selubung dari jaringan gametofit. Memiliki satu Kloroplas yang besar dan mencakup pirenoid. Habitat di gunung, tepian sungai, danau, atau sepanjang selokan. Cara reproduksi lumut tanduk seperti pada lumut hati.
3.        Parmelia sp. mempunyai ciri – ciri warna hijau keputihan serta keabu-abuan, permukaan kasar, datar, lebar, banyak lekukan seperti daun yang mengkerut berputar. Talusnya mempunyai rambut-rambut pendek yang berwarna hitam yang berdiri tegak dan masing-masing dari rambut tersebut mengandung suatu spermogonium. Habitat dari lichen ini berada pada pepohonan, batu, ranting, dengan bantuan rhizines.

5.2    Saran
   Sebaiknya asisten ikut memberi bimbingan kepada peserta terhadap pengamatan di Taman Wisata Cangar.





DAFTAR PUSTAKA

Alexopoulos, C.J., C.W. Mims & M. Blackwell .1996.  Introductory Mycology 4th Ed. New York: John Wiley & Sons
Birsyam, Inge L. 1985Botani Tumbuhan Rendah. Bandung: ITB
Birsyam, Inge L. 1992. Botani Tumbuhan Rendah. Bandung: ITB press
Campbell, N. A., Reece, J. A., Urry, L. A., Cain, M. L., Wasserman, S. A., Minorsky, P. V., et al. 2012. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Campbell, N.A. at all. 2012. Biologi Edisi 8 Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Campbell, Neil A. 2004. Biologi Jilid 2 . Jakarta: Erlangga
Darma, I.G.K Tapa. 2000. Budidaya Jamur Kuping (Auricularia auricula (Hook) Undrew.) Dalam Tegakan Hutan Pada Substrat Log Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.). Bandung : Jurnal Managemen Hutan Tropika. Volume VI. Nomor 1 : 25-32
Dwi, Ahmad.2000.Petunjuk Praktikum Taksonomi Praktikum (Cryptogamae). Surabaya :Universitas Negeri Surabaya.
Edawva, Ekawatia .,Nathania Ernita. 2007. Keanekaragaman Bryophyta di Pemandian Air Panas Taman Hutan Raya R.Soeryo Cangar Jawa Timur. Jurnal Ilmiah Surabaya
Ganesa, Mardina. 2009. Jamur. Yogyakarta: UGM Press
Gunawan AW, Agustina TW. 2009. Biologi dan bioteknologi cendawan dalam praktik. Jakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya
Haryono. 2000. Penyakit Tanaman Holtikutura di Indonesia. Yogyakarta: UGM Press
Hasnunidah, Neni.2009.Botani Tumbuhan Rendah. Bandarlampung: Unila press
Haspara. 2004. Biologi. Surakarta: Widya Duta
Hawksworth.1994.The Lichen-Forming Fungi.Chapmanand hall publisher.
Indah, Najmi. 2009. Taksonomi Tumbuhan Tingkat Rendah. Jember: PGRI Jember.
Kusnadi dkk. 2003. Mikrobiologi. Jakarta : JICA
Sastrahidayat, I.R. 2010. Mikologi Ilmu Jamur. Malang: UB Press
Soeratman. 1999. Penggelompokan Tumbuhan Bryophyta. Jakarta: Erlangga
Suhono, B. (2012). Ensiklopedia Biologi Dunia Tumbuhan Runjung Dan Jamur. Jakarta: Lentera Abadi
Sulisetjono. 2008. Jamur. Malang: Jurusan Biologi UIN Malang
Taylor. 1960. Biologi. Bandung: Ganeca Exact
Tjitrosoepomo, Gembong. 1989. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM press
Tjitrosoepomo, Gembong. 2003. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM press
Tjitrosoepomo, Gembong. 2009. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta : UGM Press
Wardani, Isnaen.2010. Budidaya Jamur Konsumsi. Yogyakarta: Lily Publishing
Yulianto, Suroso Adi. 1992. Pengantar Cryptogamae. Bandung: TARSITO